SYUKRON TELAH MEMBUKA DAN MEMBACA ARTIKEL INI

Senin, 10 September 2012

Syarat Kalam



A.      Syarat-syarat terbentuknya Kalam
Dari uraian di atas, dapat difahami bahwa yang menjadi syarat terbentuknya suatu kalam (kalimat) adalah terkumpulnya lafad, murakkab, mufid dan wadla (tulisan arab).
1.      Lafad Lafad
          Lafad mempunyai dua definisi, yaitu menurut lughat (bahasa) dan istilah. Lafad menurut lughat ialah:
الطَّرْحُ وَالرَّمْيُ
“Mengeluarkan dan melemparkan”. Seperti seseorang mengatakan kepada yang lainnya: لَفِظْتُ الْحَجَارَ “saya melampar batu”  dan  لَفِظَتِ الرِّحَاءُ الدَّقِيْقَ “mesin giling telah mengeluarkan tipung”.
          Sedangkan menurut istilah, lafad berarti:
الصَّوْتُ الْمُشْتَمِلُ عَلَى بَعْضِ حُرُوْفِ الْهِجَائِيَةِ
         “Suara yang meliputi sebagian huruf hijaiyah”. Seperti: زَيْدٌ, عَمْرٌو,رِزْقِى
  
2.      Murakkab
         Murakkab mempunyai 7 macam definisi, yaitu murakkab tarkib lughawi, murakkab tarkib isnadi, murakkab tarkib idhafi mahdi, murakkab tarkib idhafi goiri mahdi, murakkab tarkib tausifi, murakkab tarkib ta’lifi dan murakkab tarkib majzi.
a.       Murakkab tarkib lughawi:
وَضْعُ شَيْئٍ عَلَى شَيْئٍ آخَرَ سَوَاءٌ كَانَ عَلَى جِهَةِ الثُّبُوْتِ اَمْ لاَ
“Meletakan sesuatu pada sesuatu yang lain, sama saja baik dalam keadaan menetap lama ataupun tidak”. Seperti seseorang menyimpan makanan pada tempatnya.
b.      Murakkab tarkib isnadi:
ضَمُّ كَلِمَةٍ اِلَى كَلِمَةٍ آخَرَ عَلَى وَجْهِ يُفِيْدُ اِفَادَةً تَامَّةً
“Menghimpun kalimat (kata) pada kalimat lainnya dengan ketentuan memberi faidah terhadap kesempurnaan makna (arti)”. Seperti :
 عَمْرٌ جَاهِلٌ وَ اَخُوْهُ عَالِمٌ  “Amar seorang yang bodoh sedangkan saudaranya orang yang pintar (berilmu)” dan seperti firman Allah:
قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ “sungguh beruntung orang-orang yang beriman”.
  
c.       Murakkab tarkib idhafi:
مَا تَرَكَّبَ مِنْ كَلِمَتَيْنِ فَاَكْثَرَ وَكَانَ الثَّانِى مِنْهُمَا مَجْرُوْرًا
“Sesuatu yang tersusun dari dua kalimat atau lebih banyak, dan keadaan (kalimat) yang kedua dijarkan (dikhafadkan)”. Seperti menyusun lafad عَبْدٌ dengan الرَّحْمَنُ menjadi عَبْدُ الرَّحْمَنِ. 
    d.      Murakkab tarkib idhafi goiri mahdi:

مَا تَرَكَّبَ مِنْ كَلِمَتَيْنِ فَاَكْثَرَ وَكَانَ الثَّانِى مَجْرُوْرًا بِاْلاُوْلَى وَلَمْ تُعْزَلْ هِيَ عَنْ نَكِيْرَتِهَا بِاْلاِضَافَةِ
“Sesuatu yang tersusun dari dua kalimat atau lebih banyak, dan keadaan (kalimat) yang kedua dijarkan (dikhafadkan) dengan (kalimat) yang pertama, tetapi tidak menghilangkan kenakirahannya karena idhafat”, Seperti: ضَارِبُ زَيْدٍ.

          e.      Murakkab tarkib tausifi:
مَا تَرَكَّبَ فِيْهِ كَلِمَتَانِ فَاَكْثَرَ وَكَانَ الثَّانِى مِنْهُمَا مُقَيَّدًا لِمَعْنَ اْلاُوْلَى
“Sesuatu yang tersusun dari dua kalimat atau lebih banyak, dan keadaan (kalimat) yang kedua menjadi kayid (patokan) untuk makna yang pertama”, seperti ungkapan:  حَيَوَانٌ نَاطِقٌ  hewan yang dapat berbicara (berakal)”, yaitu suatu hal yang ditunjukan kepada manusia.

           f.       Murakkab tarkib ta’lifi:
وَضْعُ شَيْئٍ عَلَى شَيْئٍ آخَرَ لِمُنَاسَبَةِ بَيْنَهُمَا
“Meletakan seseuatu kepada sesuatu yang lain karena saling berhubungan antara keduanya”, seperti:  جُبَّةُ الْبُرْدِى جُنَّةُ الْبَرْدِ “jubbah dari bulu merupakan penangkal dari rasa dingin”.

            g.      Murakkab tarkib majzi:
مَا اخْتَلَطَ فِيْهِ كَلِمَتَانِ فَاَكْثَرَ اِخْتِلاَطًا يُجْعَل كَلِمَةً وَاحِدَةً
“Sesuatu yang tercampur padanya dua kalimat atau lebih banyak dengan percampuran yang dapat menjadikan satu kalimat”, seperti: بَعْلَبَكَ asalnya  بَعْلٌ  dan بَاكٌ, ba’lun adalah patung dan baakun adalah penyembah maka ba’labaka merupakan penyembah patung. Dalam bahasa Indonesia murakkab tarkib majzi dapat diartikan menjadi singkatan kata seperti PTG, MTs, SMP  dan lain sebagainya.
           Dari beberapa definisi murakkab tersebut, hanya satu yang menjadi syarat kalam, yaitu murakkab tarkib isnadi. Murakkab tarkib isnadi merupakan penyusunan kata yang menghasilkan kesempurnaan ma’na dan menghantarkan kepada derajat mufid pada suatu susunan kata, seperti menyusun kata zaidun dengan jaalisun menjadi zaidun jaalisun artinya zaid duduk yang berarti pengkabaran tentang keadaan zaid yang sedang duduk. 


   3.      Mufid

Kata mufid diambil dari lafad faidun, menurut bahasa berarti:

اِسْتِحْدَاثُ الْمَالِ وَالْخَيْرِ “Memperbaharui harta serta kebaikan”                   .

Sedangkan menurut istilah faid berarti:
مَا يَكُوْنُ الشَّيْئُ بِهِ اَحْسَنَ حَالاً مِنْهُ مِنْ غَيْرِهِ
“Suatu perkara yang menyebabkan adanya suatu hal lebih baik dari pada yang lainnya”, seperti zaid lebih pantas memakai kopeah dari pada memakai kupluk dan ahmadpun lebih sopan jika memakai baju kameja dibanding memakai baju kaos.
Adapun yang dimaksud dengan mufid adalah:
مَا اَفَادَ فَائِدَةً تَامَّةً بِحَيْثُ يَحْسُنُ السُّكُوْتُ مِنَ الْمُتَكَلِّمِ وَالسَّامِعِ عَلَيْهَا
“Suatu perkara yang memberi faidah (arti) yang sempurna dengan sekiranya lebih baik diam dari orang yang berbicara dan mendengarkan terhadap perkara tersebut”.     
    4.      Wadha’ 
  Pengertian wadha dapat dibedakan menjadi tiga macam definisi, yaitu menurut lughat (bahasa), ahli fikih dan menurut ahli nahwu. Menurut bahasa wadha’ berarti:
عِبَارَةٌ عَنْ خُرُوْجِ الْوَلَدِ مِنْ بَطْنِ الَمَرْأَةِ
“Suatu pembahasaan (sebutan) terhadap kelahiran seorang anak dari perut wanita (ibunya)”, seperti ungkapan seorang ibu:  اِنِّى وَضَعْتُهَا اُنْثَى “sungguh saya telah melahirkan bayi perempuan dalam kandunganku”. 
 Sedang menurut ahli fikih wadha’ berarti:
عِبَارَةٌ عَنْ اِزَالَةِ بَعْضِ الدَّيْنِ لِلْمَدِيْنِ
 “Suatu pembahasaan tentang hilangnya sebagian utang bagi pihak yang mempunyai utang”, seperti ungkapan seseorang kepada yang lainnya:  وَضَعْتُ الدَّيْنَ مِنْ فُلاَنٍ “saya telah membebaskan (menghilangkan) utang dari si pulan”.
Adapun menurut istilah nahwu, wadha’ ialah:
جَعْلُ اللَّفْظِ دَلِيْلاً عَلَى الْمَعْنىَ
“Menjadikan suatu lafad karena supaya menunjukan terhadap makna”
  
       Dari uraian di atas, dapat difahami bahwa suatu kalam dapat terbentuk apabila terhimpunnya lafad (ucapan), murakkab (tersusun), mufid (kesempurnaan arti) dan wadha’ (tulisan arab). Menurut sebagian ulama, susunan lafad yang telah sempurna artinya juga disebut kalam meskipun tidak tertulis, begitupun sebaliknya. Adapun yang melandasi pendat tersebut ialah setiap lafad pasti mempunyai wadha’ (dapat ditulis) begitupun sebaliknya. Dengan demikian, yang dimaksud dengan kalam tiada lain ialah kalimat sempurna.



 
https://santrinet.blogspot.com/b/post-preview?token=VsU32EUBAAA.7LXRnYHyo2fKUTFRMp5wZQ.XIrFFtfOnClWhfjmp81ELA&postId=1239084665317620747&type=POST